FriendFeed
Gratis berlangganan artikel blog Stories17 via mail, join now!

Ibu Ita Ibu Sahabatku

Share this article on :
Oke saya akan memulai cerita saya yang baru-baru ini saya alami, kurang lebih 2 bulan yang lalu, tepatnya bulan maret 2001. Waktu itu saya sedang menginap di rumah teman saya di kota hujan Bogor. Memang sudah lama sejak saya lulus kuliah menjadi sarjana saya tidak pernah bertemu dengan sahabat saya yang satu ini.

Saya berangkat dari Bandung siang hari, sampai di sana sudah malam. Setibanya saya di rumah sahabat saya, saya langsung memencet bel pintu rumah. Begitu bel dipencet, keluarlah seorang wanita setengah baya, dan dia adalah ibu sahabat saya, namanya Ibu Ita. Oh ya.., Ibu Ita adalah seorang janda, umurnya saya perkirakan sekitar 39 tahun. Walaupun umurnya sudah hampir mencapai kepala 4, tetapi masih kelihatan seksi dan langsing, dan buah dadanya yang besar itu masih tampak mengkal. Tidak turun seperti umumnya payudara wanita seusianya.

"Malam Bu..," sapa saya.
"Ooo, Nak Dedi. Malam juga.., ayo masuk..!" balasnya, lalu saya pun masuk ke dalam ruang tamu.
"Sama sapa kamu Ded..?" tanyanya.
"Saya sendiri Bu, o ya.., Rinto mana Bu..?" saya balik bertanya.
"Rinto sedang ke Batam, kemaren dia berangkat, dia ada panggilan kerja di sana…" katanya.
"Ke Batam..?" tanya saya penuh heran dan sedikit kecewa. Rupanya dia sudah tidak lagi berbisnis sekarang.
"O ya.., Dedi tidur di mana malam ini..?" tanya Bu Ita.
"Ngga tau nich Bu.., mungkin saya akan langsung balik lagi ke Bandung, soalnya Rinto nggak ada sich Bu.." kata saya.
"Jangan pulang dulu Nak Dedi, mendingan kamu tidur aja di sini, sekarang kan sudah malam, lagian tuch masih ada kamar kosong.." katanya.
Saya diam sejenak dan mempertimbangkan ajakannya.
"Oke dech Bu.., saya akan menginap beberapa hari lagi disini.." kata saya. Berharap Rinto besok sudah pulang.
"Ayo.., bawa tas kamu ke kamar depan. Kalau mau mandi silahkan aja, ada air hangatnya tuh di kamar mandi" katanya sambil tersenyum manis kepada saya.

Lalu saya membawa tas saya dan masuk ke kamar tamu, setelah itu saya menuju ke kamar mandi, lalu mandi dengan air panas. Setelah mandi, dengan masih handuk dililitkan di pinggang, saya melihat Ibu Ita sedang menyiapkan makanan buat saya. Tanpa menyapa dan hanya melempar senyum, saya berlalu masuk ke kamar. Ibu Ita tampak terkesiap melihatku saat itu. Maklumlah, sebagai penggemar berat olahraga bela diri, renang, basket, dan fitness, tubuhku yang tinggi ini tampak sangat macho. Tak heran banyak wanita yang kesengsem denganku. Beberapa di antaranya bahkan merelakan keperawanannya kuambil karena kelebihan fisikku ini, selain dari sifatku yang womanizer dan keperkasaanku dalam bercinta.

Sesampainya di kamar, saya tidak langsung memakai pakaian, tetapi saya telanjang bulat di hadapan cermin besar sambil membayangkan jika batang keperkasaan saya ini dinikmati oleh Ibu Ita. Saya berdiri dengan bergaya sambil memainkan batang kejantanan saya hingga benda itu tegak dan mengeras. Begitu terkejutnya saya ketika tiba-tiba pintu kamar dibuka oleh Ibu Ita. Tanpa sadar, dengan seketika saya menghadap pintu yang dibuka oleh Ibu Ita dengan membiarkan batang kejantanan saya dilihat Ibu Ita. Ibu Ita tampak terpana melihat sosok pemuda macho bertelanjang bulat di depannya, dengan batang kejantanan yang sudah tegang nyaris sempurna.

Setelah beberapa detik terdiam, Ibu Ita pun berbicara, "Ded.. makanan udah Ibu siapin.., ayo makan bareng yuk..!" ajaknya tersipu malu dan menampakkan wajahnya yang memerah.

"Baik Bu, sebentar lagi.., Dedi pakai pakaian dulu.." kata saya, lalu pintu pun tertutup kembali.

Setelah berpakaian, saya pun keluar ke arah ruang makan. Sesampainya di sana, saya sempat terpana juga, ternyata Ibu Ita sudah mengganti bajunya dengan daster tidur yang tipis dan transparan. Membuat tubuhnya yang sintal itu tercetak jelas. Ibu Ita memakai BH dan CD berwarna hitam, yang membuatnya terlihat semakin menggiurkan, membuat pikiran saya tambah tak karuan. Lalu dengan santai saya berjalan menuju meja makan, dan kami berdua pun langsung makan. Di meja makan kami pun terlibat percakapan. Dia menceritakan bahwa selama ini dia sangat kesepian setelah ditinggal mati suaminya, sedangkan Rinto sendiri jarang berada di rumah karena kesibukan bisnisnya.

Betapa terkejutnya saya saat Ibu Ita tanpa malu-malu, meminta saya untuk menemaninya tidur di kamarnya. Begitu terkejutnya hingga saya tersedak makan. Lalu dengan reflek, Ibu Ita berdiri dan menghampiri saya. Dari belakang, punggung saya yang kokoh, diusap-usapnya sambil berkata genit, "Kalo makan hati-hati donk..!"

Entah sengaja atau tidak, buah dada yang besar itu menempel erat di punggung saya, membuat adik kecil saya yang tadi sempat tidur, kembali bangun. Lalu tanpa diduga, Ibu Ita yang sudah sangat menginginkan kehangatan lelaki, mulai agresif menciumi leher dan langsung ke pipi saya.

Dengan nafsu yang sudah menggebu-gebu, saya pun merangkul tubuh molek Ibu Ita dan langsung membalas ciumannya. Sambil berciuman, tangan saya mulai bergerilya meraba-raba dan meremas-remas buah dada yang besar itu. Ibu Ita hanya merintih dan badannya menggelinjang. 15 menit kami saling berciuman dengan ganas, lalu kami menghentikan acara ciuman kami.

Langsung saja Ibu Ita mengajak saya ke kamarnya, dengan memegang tangan saya. Saya dituntun menuju kamar tidurnya. Begitu di dalam kamar, pintu kamar dia kunci, lalu dia melepaskan kemeja kaus dan celana jeans saya hingga bugil dengan ganasnya. Lalu saya disuruh naik ke atas tempat tidur dan saya disuruh berbaring.

Dengan semangat 45, Ibu Ita menciumi saya dari atas hingga bawah, betapa nikmat dan gelinya ketika batang kemaluan saya dijilatnya, dikulum dan disedot-sedot sambil dikocok-kocok halus. 20 menit kemudian saya sudah tidak dapat menahan kenikmatan dari mulutnya, lalu…

"Croott.. crroott.. crroott.." air mani saya pun muncrat ke wajahnya yang cantik. Dengan rakusnya air mani saya ditelan hingga habis, mulai dari helm sampai batang kemaluan saya pun dibersihkan dengan lidahnya.

Dengan perasaan tidak mau kalah, saya langsung membuka satu persatu pakaian yang dipakai Ibu Ita hingga bugil, dan aku membaringkannya di ranjang itu. Saya pun mulai menciuminya dan meremas-remas sambil menyedot-nyedot buah dada yang besar dan indah itu.

"Hmm.., terus Ded..! Iya itu.. enak.., aahh.., terus sayang..!" rintihnya.

Lalu saya pun mulai turun menciuminya dan mulai saya menyibakkan bulu-bulu kemaluan yang lebat dan hitam itu, lalu saya menjilat-jilatinya sambil memasukkan jari-jari tangan saya ke lubang senggamanya.

"Aaahhkk.., aakkhh..," rintihnya. Tidak lama, bibir kewanitaannya sudah basah dengan cairan-cairan kental dari liang senggamanya. Setelah puas, saya merubah posisi saya. Saya langsung berbaring dan Ibu Ita saya suruh naik ke atas selangkangan saya. Dia pun berjongkok. Dengan tangannya sendiri, batang kejantanan saya diarahkannya masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Agak lama kemudian, setelah diludahinya batang saya berkali-kali, "Bleess.., bblleess.." masuk sudah kemaluan saya, memenuhi lubangnya yang harum itu.

"Aaakkhh.. aakkhh.." kami berdua menjerit, merasakan betapa nikmatnya kejadian itu. Mata ibu Ita tampak merem-melek, merasakan lubang memeknya disumpal oleh kontolku yang seukuran pisang tanduk ini. Mataku tak kalah merem-meleknya, merasakan nikmatnya kontolku dijepit memeknya yang masih legit dan sempit. Tidak kalah dengan memek para kekasihku yang lain.

Lalu tubuh seksi Ibu Ita mulai naik turun di selangkangan saya, sesekali pantat indahnya diputar-putar. Saat pantatnya diputar terasa nikmat sekali. Posisi ini berlangsung cukup lama. Sambil naik turun, Ibu Ita mencakari otot-otot di dada dan di perutku. Sementara tanganku asyik meremasi payudaranya secara bergantian. Sesekali aku bangkit untuk menyusui payudaranya dengan gemas, membuat erangan erotisnya bertambah kencang.

“Aaahhh… aaahhh… Dedd… Deddiii sayannggg… aaahhh…”
Lalu sambil menyodorkan payudaranya yang sebelah kiri, dia meracau lagi…
“Ayyooohhh… sayannngg… jangan lupaaahhh… susu Ibu yang kirihhh… eeehhhh… iniiihhhh… disosor jugaaahhh…”

Kukabulkan permintaannya dengan senang hati. Kualihkan jilatan dan gigitanku ke payudara kirinya, sementara payudara kanannya aku remas-remas, sambil kupelintir putingnya yang telah membengkak sempurna itu.

“Aahhh… Deddd… Deedddiii… kaaammmuuhhh… pinttaarrr… sekaaallliiiii… yaaahhh… yaaahhh… begitttuuhhhh… sayannnggg….”

Sambil asyik menyusuri payudaranya dengan lidah dan gigiku, aku berdecak kagum dalam hati. Jarang sekali wanita Indonesia memiliki payudara sebagus ini. Apalagi wanita yang hampir berkepala empat seperti dia ini. Rupanya benar kata si Rinto, kalau ibunya ini memang maniak dalam hal berolahraga dan minum jamu. Makanya bodinya masih tetap singset, tidak kalah dengan tubuh para perawan.

20 menit kemudian, saya merubah posisi dengan batang kejantanan saya masih di dalam liang senggamanya. Saya merubahnya dengan posisi dia berbaring, lalu saya duduk dan mengangkat satu kaki Ibu Ita ke atas bahu saya yang bidang. Lalu saya mulai memaju-mundurkan senjata keperkasaan saya di liang senggamanya dengan irama sedang-sedang saja.

Dalam posisi ini, saya asyik meremasi payudaranya secara bergantian. Sesekali saya sosori kedua payudaranya sambil saya mainkan kelentitnya. Ibu Ita sendiri, asyik meremasi payudaranya secara bergantian. Sesekali dia mencakari dada dan pantatku yang kenyal ini.

Sekitar 20 menit kemudian, saya merubah lagi posisi. Sekarang saya merubah ke posisi “doggie style”. Saya tusuk-tusukkan batang keperkasaan saya itu dari belakang. Semakin lama semakin cepat. Dalam posisi inilah, tak sampai 15 menit Ibu cantik ini sampai ke puncaknya.

"Aaakkhh.., aakkhh.., sayang.. Ibu mau keluar nich..!" katanya sambil berusaha menahan dorongan yang saya lakukan.
"Keluarin aja Bu.., Dedi masih belom mau keluar.." balas saya dengan suara bergetar, dengan tetap memacu gerakan saya sekeras mungkin.
Lalu, "Aaakkhh.." ternyata Ibu Ita sudah keluar.

Saya merasakan lubang di dalam dinding kemaluannya licin karena cairan itu, sementara saya masih terus mengocok-ngocok batang keperkasaan saya di liang senggamanya.

Setelah itu kami merubah posisi lagi. Sekarang posisi Ibu Ita berbaring, saya rentangkan lebar-lebar kemaluannya. Saya menindihnya dengan posisi push up. Bukit dada saya menempel erat di payudaranya, sementara Ibu Ita menjepit pinggangku yang ramping ini, dengan kedua kakinya yang mulus. Saya pompa kembali memeknya, semakin lama semakin cepat. Hanya 10 menit saya bermain, sampai akhirnya saya sudah tidak tahan lagi ingin menembakkan lahar saya.

Saya tarik batang kejantanan saya dari dekapan memeknya. Saya segera membangunkan Ibu Ita untuk duduk dan batang kejantanan, saya arahkan ke mulutnya. Dengan cepat Ibu Ita menyambutnya, dia mulai mengocok-ngocok dan, "Crroott.., ccrroott.., ccrroott..!" air mani saya menyembur ke wajahnya.

Tanpa disuruh lagi, Ibu Ita langsung membersihkan batang kejantanan saya dan dijilat-jilatnya hingga bersih, seperti tadi. Setelahnya kami berbaring bersisian, kelelahan. Ibu Ita menciumi wajahku sambil terus memuji-muji betapa perkasanya aku di atas ranjang. Aku hanya tersenyum saja mendengarnya.

Setelah beberapa menit kami beristirahat, kami pun melakukannya kembali hingga pukul 3 pagi. Permainan kami terasa sangat indah dan mesra sekali, berbeda dengan permainan kami yang sebelumnya. Ibu Ita dan saya di permainan yang kedua dan seterusnya ini, melakukan hubungan seks dengan lembut dan lebih mesra, karena selain terasa lebih nikmat, juga terasa lebih lama. Apalagi ditambah hujan lebat yang membuat suasana romantisnya lebih terasa. Setelah melakukan permainan yang ketiga, kami pun tidur bersama dengan keadaan bugil sambil kedua tangan Ibu Ita memeluk erat tubuh saya yang saat itu telah lemas tak berdaya. Kepalanya dia labuhkan di atas dada saya.

Keesokan harinya juga kami melakukannya lagi dan lagi. Tak terasa 3 hari sudah saya di Bogor, menghabiskan waktu bersama ibu sahabatku yang cantik dan sintal ini, dengan bercinta bagaikan sepasang pengantin baru. Kami melakukannya dalam berbagai posisi dan tempat di rumahnya yang bersih dan asri itu. Menjelang sore hari ketiga, saya pamit pulang kepadanya. Tentu saja setelah kusodok memek dan anusnya dalam berbagai gaya pagi tadi.

Dalam perjalanan ke Bandung, aku hanya senyum-senyum saja. Walaupun kecewa karena tak bertemu dengan Rinto, tapi saya pulang membawa oleh-oleh kenangan yang sangat indahnya. Nikmatnya menyodok memek dan anus ibu Ita. Nantikan kisah-kisahku selanjutnya bersama ibu-ibu yang cantik, seksi dan kesepian lainnya.

TAMAT

0 comments — Skip to Comment

Post a Comment — or Back to Content